Minggu, Maret 18

Sejarah Asal muasal nama kota Boyolali




Asal mula nama BOYOLALI menurut cerita serat
Babad Pengging Serat Mataram, nama Boyolali
tak disebutkan. Demikian juga pada masa
Kerajaan Demak Bintoro maupun Kerajaan
Pengging, nama Boyolali belum dikenal.
Dalam Menurut legenda nama BOYOLALI
berhubungan dengan ceritera Ki Ageng Pandan
Arang (Bupati Semarang pada abad XVI. Alkisah,
Ki Ageng Pandan Arang yang lebih dikenal
dengan Tumenggung Notoprojo diramalkan oleh
Sunan Kalijogo sebagai Wali penutup
menggantikan Syeh Siti Jenar. Oleh Sunan
Kalijogo, Ki Ageng Pandan Arang diutus
untuk menuju ke Gunung Jabalakat di Tembayat
(Klaten) untuk syiar agama Islam.
Dalam perjalananannya dari Semarang menuju
Tembayat Ki Ageng banyak menemui
rintangan dan batu sandungan sebagai ujian. Ki
Ageng berjalan cukup jauh meninggalkan
anak dan istri ketika berada di sebuah hutan
belantara beliau dirampok oleh tiga orang
yang mengira beliau membawa harta benda
ternyata dugaan itu keliru maka tempat
inilah sekarang dikenal dengan nama SALATIGA.
Perjalanan diteruskan hingga sampailah
disuatu tempat yang banyak pohon bambu
kuning atau bambu Ampel dan tempat inilah
sekarang dikenal dengan nama Ampel yang
merupakan salah satu kecamatan di Boyolali.
Dalam menempuh perjalanan yang jauh ini, Ki
Ageng Pandan Arang semakin meninggalkan
anak dan istri. Sambil menunggu mereka, Ki
Ageng Beristirahat di sebuah Batu
Besar yang berada di tengah sungai. Dalam
istirahatnya Ki Ageng Berucap “ BAYA
WIS LALI WONG IKI” yang dalam bahasa
Indonesia artinya “Sudah lupakah orang ini”.
Dari kata Baya Wis Lali/ maka jadilah nama
BOYOLALI. Batu besar yang berada di
Kali Pepe yang membelah kota Boyolali
mungkinkah ini tempat beristirahat Ki Ageng
Pandan Arang. Mungkin tak ada yang bisa
menjawab dan sampai sekarang pun belum
pernah ada meneliti tentang keberadaan batu ini.
Demikian juga sebuah batu yang cukup besar
yang berada di depan Pasar
Sunggingan Boyolali, konon menurut masyarakat
setempat batu ini dulu adalah
tempat untuk beristirahat Nyi Ageng Pandan
Arang. Dalam istirahatnya Nyi Ageng
mengetuk-ngetukan tongkatnya di batu ini dan
batu ini menjadi berlekuk-lekuk
mirip sebuah dakon (mainan anak-anak tempo
dulu). Karena batu ini mirip dakon,
masyarakat disekitar Pasar Sunggingan
menyebutnya mBah Dakon dan hingga
sekarang batu ini dikeramatkan oleh penduduk
dan merekapun tak ada yang berani
mengusiknya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar